KEKUASAAN
Ada hari-hari yang menegangkan sebulan terakhir ini.. seringkali mata dan pendengaran tertuju pada stasiun televisi yang berpusat di Doha, Qatar untuk memantau perkembangan suasana politik di Timur Tengah. Diawali dengan tergulingnya Presiden Zine Al-Abiddine Ben Ali dari Tunisia yang membuat hati merasa tertarik dan ingin tahu lebih jauh. Bagaimana tidak, kejadian di Tunisia membawa angin perubahan yang berhembus hingga ke Mesir, Bahrain, Yaman, Jornania hingga Libya. Bisa dikatakan negara-negara di Kawasan Timur Tengah kini sedang bergejolak. Hari demi hari terus memantau, bahkan sampai bertukar pesan dan kiriman berita dengan teman-teman yang diambil dari Tweeter atau situs lainnya untuk saling bertukar informasi. Status pesan di BB dan Facebook juga sesekali menulis perkembangan situasi dinegara yang sedang bergejolak.
Siapa yang tahu sebelumnya mengenai Mohamed Bouzizi, seorang pedagang kaki lima yang hidupnya sangat menyedihkan di Tunisia. Barang dagangannya disita, karena tidak mempunyai izin untuk berjualan, padahal dia sudah bersusah payah meminjam uang untuk modal berdagang. Beratnya kehidupan Bouzizi menyebabkan dirinya tidak kuat dan memutuskan untuk mengakhiri kehidupannya. Kesenjangan sosial ekonomi antara rakyat dan penguasa sangat dirasakan oleh rakyat Tunisia, sehingga kisah pilu Bouzizi sontak mendapat simpati dari rakyat Tunisia dengan berunjuk rasa dijalan-jalan mendesak rezim diktator penguasa mengundurkan diri, akhirnya Presiden Ben Ali pun jatuh, setelah selama 23 tahun berkuasa.
Siapa sangka, angin perubahan dari Tunisia berhembus kencang ke negara lain, hingga memicu Rakyat Mesir untuk membuat hal yang sama. Revolusi Nil yang diawali dengan Sholat Jumat di Lapangan Tahrir membuat ketar-ketir sang penguasa, Hosni Mubarak yang sudah 30 tahun berkuasa. Setelah 18 hari rakyat Mesir berdemonstrasi dari Lapangan Tahrir hingga ke Alexandria bahkan ke seluruh Wilayah Negeri Mesir, akhirnya tumbang juga kekuasaan Hosni Mubarak yang telah memerintah Mesir selama 3 dekade.
Bila di Tunisia dan Mesir berhasil menggulingkan pemimpinnya, namun di Yaman tidak, meski puluhan ribu massa berdemostrasi di Sana’a ibu kota Yaman untuk menuntut Presiden Ali Abdullah Saleh yang menjabat sejak tahun 1978 dan terkenal korup serta tidak becus dalam mengatur pemerintahan. Demostrasi berlangsung dengan tertib dan aman melalui suatu kesepakatan reformasi dengan beberapa tokoh oposisi, bahwasanya sang presiden maupun anaknya tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu yang akan datang. Namun belakangan, massa yang tidak puas tetap berdemonstrasi menuntut mundurnya sang presiden.
Begitu pula di Jordania, khawatir terjadi demostrasi besar-besaran, maka Raja Jordania Abdullah II langsung membubarkan pemerintahan yang dinilai korup dan tidak kompeten dengan mengangkat Perdana Menteri yang berwibawa dan bersih dari korupsi, hingga protespun mereda. Namun belakangan terdengar tuntutan bahwa rakyat juga menginginkan sistem pemerintahan negaranya seperti Kerajaan Inggris.
Negara-negara Kawasan Timur Tengah lainnya yang bergejolak, juga Bahrain yang menuntut PM Khalifa Bin Salman Al Khalifa yang berkuasa sejak tahun 1971 dan Raja Sheik Hamad bin Isa al Khalifa (tahun 1999) untuk mundur. Keduanya memiliki hubungan kekeluargaan, yakni paman dan keponakan.
Yang menyedihkan di Libya. Sang penguasa Muammar Qadhafi yang sudah memerintah selama 42 tahun enggan meninggalkan tampuk kekuasaannya. Bahkan dia mengatakan sampai tetes darah terakhir dia tidak akan meninggalkan negaranya. Dia memilih untuk membunuh dan membersihkan lawan-lawannya bahkan dari rumah ke rumah. Jumlah korban hari demi hari semakin banyak bahkan menurut berita sudah mencapai seribu orang. Banyak Negara mengecamnya. Hingga Dewan keamanan PBB mengeluarkan keputusan akan melakukan sanksi atas tindakan kekerasan yang dilakukan rezim Qhadafi dalam menghadapi para demonstran.
Sebenarnya bukan hanya para penguasa itu saja yang sudah terlalu lama berkuasa, banyak negara lain mengalami hal yang sama, dimana penguasa terlena begitu lama, hingga merasa kekuasaan mereka tak tergoyahkan. Namun, dengan mengandalkan kekuatan rakyat maka sang penguasa terhempas, seperti di Filipina, yang menumbangkan Presiden Ferdinand Marcos, Iran ketika masa Shah Iran, juga seperti halnya di negara kita, ketika Soeharto lengser tahun 1998.
Kekuasaan yang terlalu lama membuat dirinya menjadi terlena hingga yang dipikirkannya adalah memperkaya diri dan keluarganya bukan berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Teringat, ketika Isteri mantan Presiden Ben Ali memindahkan 1,5 ton emas ke Dubai. Lalu kekayaan Keluarga Hosni Mubarak yang berkisar hingga 70 milliar dollar AS. Mungkin hal ini yang telah lama diungkapkan oleh Lord Acton, seorang sejarawan dan penulis asal Inggris tahun 1887 "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”. Kurang lebih pengertiannya adalah kekuasan membuat seseorang cenderung korup dan kekuasaan yang mutlak akan membuat seseorang korup secara mutlak.
Tidak ada kekuasaan yang tidak binasa.. Yang Maha Kuasa hanyalah Allah SWT, Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi. Betapapun berkuasanya seseorang, pada akhirnya akan mati juga, bahkan dalam keadaan terhina, dikucilkan dari negaranya, dan akhirnya mati dipengasingan. Dimanakah istana yang megah, pengawal-pengawal yang gagah, kendaraan yang mewah? harta, kekayaan dan bahkan kekuasaan yang dahulu diagung-agungkan tidak akan menyelamatkannya bila saatnya tiba, yakni kematian. Tiap-tiap sesuatu itu pasti binasa, kecuali wajahNya (Allah). Baginyalah segala penentuan dan hanya kepadaNyalah kamu dikembalikan (Qs al Qashash :88). Setiap masa kepemimpinannnya tentu akan diminta pertanggungjawabnya di pengadilan akherat kelak. Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada pelajaran.
Jakarta, 1 Maret 2011
-Meita-