Hedonis

Ada ungkapan, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga”. Ungkapan tersebut dianut sebagian anak muda. Mereka terbuai dengan indahnya gaya hidup bersenang-senang, menikmati kelebihan materi, hidup bebas, pesta pora, yang semua kenikmatan tersebut merupakan tujuan utama hidup mereka. Tak pelak bila ada yang “mengidolakan” Paris Hilton sebagi Celebrity Party Goers nomor satu di dunia. Gaya hidupnya diidamkan banyak orang, dimana sering diundang untuk sebuah party dan mendapat bayaran sebagai imbalan atas kehadirannya dalam memeriahkan suasana pesta. Dan selagi dirinya merasa sangat berkucupan, maka tidak ada rasa bersalah ketika memesan secangkir es krim citra rasa sangat lezat yang bertaburkan kacang almond dan coklat terbaik di dunia, berhiaskan daun mint lapis emas 18 karat dan dinikmati dengan menggunakan sendok emas dan gelas kristal. Es krim ini kerap dinikmati oleh Paris Hilton dengan harga secangkirnya 1000 USD dari sebuah restoran ternama di New York.


Pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan hidup merupakan suatu paham Hedonisme. Para hedonis itu beranggapan bahwa hidup ini hanya 1 kali, sehingga merasa perlu menikmati hidup sebebas-bebasnya, sepuas-puasnya dengan mengumbar hawa nafsu dan bergembira sepanjang hari. Kadang-kadang mereka bersemboyan “nikmati hidup ini, hidup cuma satu kali”, atau nikmatilah hidup, karena esok kau akan mati”.

Kehidupan seseorang yang bergelimang materi, dapat membuat dirinya lupa akan hakekat kehidupan, bahwa suatu saat dirinya akan tua, lalu mati, dan bertanggungjawab atas perbuatanan yang dilakukannya. Namun mereka sangat ingin melupakan kematian. “Kuingin hidup 1000 tahun lagi”, “Live begin at fourty”, “Forever Young” merupakan kutipan kata-kata yang cukup menghibur baginya, dikala usia merangkak naik ada perasaan tidak ingin meninggalkan masa muda yang indah apalagi beranjak tua lalu mati. Sehingga semakin beranjak umur, semakin berupaya untuk menikmati hidup dan akhirnya semakin lupa bahwa dirinya akan tua dan mati. Mereka merasa bahwa kehidupan hanya sampai didunia, tidak ada kehidupan setelah kematian, sampai-sampai beranggapan bahwa surga adanya di dunia, sehingga tidak perlu “jauh-jauh” menikmati surga di akherat.

Beruntung bagi sebagian orang, hidup mewah dan bergelimang harta bisa diperoleh dengan mudah antara lain berkat keturunan (orangtuanya sudah kaya raya), berkat kepandaian dan keahlian, kecantikan atau ketampanan, serta berbagai kemudahan lainnya.. Kemudahan demi kemudahan diraih, terkadang dengan menghalalkan segala cara hingga tujuannya semata untuk kemewahan dan mengumbar nafsu terpenuhi.. foya-foya, hura-hura, pesta-pesta. Dugem alias dunia gemerlap bagian dari kesehariannya. Mereka lupa, bahwa segala kemudahan dan kesenangan semua itu hanya bersifat sementara. Tidak ada kebahagiaan yang kekal. Bila muda foya-foya, tua kaya raya, mati (belum tentu) masuk surga. Semua tergantung amal ibadahnya.

“Barang siapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia dan mereka didunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah disana apa yang telah mereka usahakan (didunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan” (Qs Huud : 14-15).

Seandainya hidup didunia diciptakan hanya untuk bersenang-senang, tentu tidak ada sakit, kemiskinan dan keruwetan hidup. Hidup dijalani dengan ujian sedangkan kegembiraan yang ada hanya bersifat sementara. Para nabi tak luput dari ujian. Misalnya Nabi Ibrahim diuji dengan api yang siap membakarnya, dan diperintahkan untuk menyembelih puteranya, Nabi Ayub dengan penyakitnya, Nabi Yaqub yang terus menangis hingga matanya buta, Nabi Musa diuji dengan kekejaman Fir’aun, Nabi Isa hidup dam kesusahan dan kefakiran, Nabi Muhammad dengan berbagai ujian, antara lain isterinya, Khadijah wafat, Hamzah ra wafat terbunuh dan berbagai kisah teladan lainnya.

Namun ujian bukan hanya kemiskinan, penyakit dan keruwetan hidup. Kesenangan juga merupakan ujian. Tidak salah bila kita bersukaria, namun tidak boleh terlena dan harus tetap menyadari bahwa semua kenikmatan itu adalah ujian agar kita tetap berada dalam “koridor” yang ditetapkan Allah SWT serta senantiasa bersyukur atas karunia dan nikmat yang diberikan-Nya. “Sesungguhnya Kami jadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan, karena Kami hendak menguji siapakah diantara manusia yang paling baik perbuatannya” (Qs Al Kahf : 7)

Jadi, Pandangan hidup Hedonis yang mengajarkan bahwa pemujaan terhadap kesenangan dan kenikmatan dunia harus dikejar sebagai tujuan hidup bagi manusia adalah suatu kesalahan. Haruskah kita menukar kebahagian di akhirat yang kekal abadi dengan kebahagaian di dunia yang tidak setara dan bersifat sementara?

Sebagai hamba Allah yang berjalan-jalan di muka bumi, haruslah menempatkan dirinya sebagai seseorang yang hidup mulia dan bermanfaat bagi diri dan lingkungannya Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya”. Bila hidup sudah berkecukupan, memiliki keluarga harmonis dan sejahtera, senantiasa menjalankan ibadah yang diajarkan agama, apakah cukup? Ternyata, tidak cukup sampai disitu, kita harus mengukur diri, apakah sudah bermanfaat bagi orang lain? Banyak hal yang dapat membuat hidup lebih bermanfaat, bila kita semua sudah menjalankannya, tentu tidak ada anak yang bunuh diri karena orangtuanya tidak mampu membayar uang sekolah, tidak ada anak-anak terlantar, tidak ada orang miskin yang kelaparan, tidak ada perdagangan anak-anak.. dan permasalahan sosial lainnya. Jarak antara si kaya dan si miskin sudah terlampau jauh, ibarat jurang yang tak terjembatani. Si kaya makin hedonis, si miskin makin hidup miris, namun Rasul mengajarkan bahwa hidup kita harus bermanfaat bagi orang lain. Itulah jembatan yang harus kita bangun. Wallahualam bishawab.


Jakarta, 25 Juli 2010.
-meita-
0 Responses