Mau Memaafkan



Selesai menjalani Ibadah Puasa Ramadhan, sudah menjadi kebiasaan yang baik di Indonesia ketika tiba Idul Fitri adalah Acara Halal Bihalal, sebuah tradisi silaturahim dengan keluarga, kerabat, teman dan hadai taulan, sambil bermaaf-maafan serta mengucapkan "taqabbalallahu minna waminkum", yang artinya "semoga Allah menerima amalan aku dan kamu". Kemudian ucapan ini diberikan tambahan dengan kata-kata "shiyamana wa shiyamakum", yang artinya puasaku dan puasamu. Dengan demikian secara lengkap kalimat tersebut menjadi "taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamakum" yang artinnya "semoga Allah menerima amalan saya dan kamu, amalan puasa saya dan kamu".

Namun lebih sering orang mengucapkan “minal aidin wal faizin” yang arti sebenarnya tidak ada hubungannya dengan ungkapan permintaan maaf, namun seringkali dimaknai “Mohon Maaf Lahir Batin” padahal maknanya kurang lebih adalah “Semoga Allah menjadikan kami dan anda sebagai orang-orang yang kembali dan beruntung”.

Terlepas dari benar atau tidaknya istilah yang digunakan dalam permohanan maaf, meminta maaf adalah suatu perbuatan yang mulia. Bila kita merasa bersalah, atau khawatir ada kata maupun perbuatan yang dinilai bersalah hendaknya kita senantiasa meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Namun ternyata, ada perbuatan yang lebih mulia dari meminta maaf, yakni memaafkan. Seringkali kita sulit memaafkan kesalahan orang lain, dan berkata, ”enak aja minta maaf, saya sudah terlanjur sakit hati sekali!” , atau “saya bisa memaafkan, tapi tak bisa melupakan” atau apa saja yang kecenderungannya kita tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain.

Terkesan ada kesombongan bila kita tidak mau memaafkan kesalahan orang lain. Bukankah Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Pemaaf? Seberapapun besarnya dosa, bila ia minta ampun dan bertobat, maka Allah mengampuni semua dosa-dosanya. Namun ada juga yang berdalih bahwa dirinya bukan Tuhan, melainkan manusia biasa, jadi sulit untuk memaafkannya.

Bisa dimaklumi bila seseorang merasa dizalimi misalnya menjadi korban tindak kejahatan, perkosaan, pelecehan seksual dan sebagainya. Sulit baginya untuk memaafkan kesalahan orang yang bersangkutan, karena acapkali disertai trauma. Sehingga dikatakan “tak ada maaf untuknya”, alias tidak mau memaafkan.

Namun ternyata sebuah penelitian menunjukkan bahwa memaafkan baik untuk kesehatan. Worthington Jr, pakar psikologi di Virginia Commonwealth University, AS, merangkum kaitan antara memaafkan dan kesehatan. Dalam karya ilmiahnya “Forgiveness in Health Research and Medical Practice”, memaparkan bahwa Orang yang tidak memaafkan terkait erat dengan sikap marah, yang berdampak pada penurunan fungsi kekebalan tubuh, memiliki aktifitas otak yang sama dengan otak orang yang sedang stres, marah, dan melakukan penyerangan (agresif).
Raut wajah, daya hantar kulit, dan detak jantung termasuk yang juga diteliti ilmuwan dalam kaitannya dengan sikap memaafkan. Sikap tidak memaafkan memiliki tingkat penegangan otot alis mata lebih tinggi dan tekanan darah lebih tinggi. Sebaliknya, sikap memaafkan meningkatkan pemulihan penyakit jantung dan pembuluh darah.
Kesimpulannya, sikap tidak mau memaafkan yang sangat parah dapat berdampak buruk pada kesehatan dengan membiarkan keberadaan stres dalam diri orang tersebut. Hal ini akan memperhebat reaksi jantung dan pembuluh darah di saat sang penderita mengingat peristiwa buruk yang dialaminya. Sebaliknya, sikap memaafkan berperan sebagai penyangga yang dapat menekan reaksi jantung dan pembuluh darah sekaligus memicu pemunculan tanggapan emosi positif yang menggantikan emosi negatif.
Bila Mahatma Gandhi mengatakan bahwa orang yang mempunyai kekuatan jiwa yang besar yang dapat memaafkan kesalahan orang lain, menyiratkan bahwa hanya orang yang kuat yang mampu memaafkan. Sebagai seorang yang beriman, Al Qur’an mengajarkan kita bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qs 42:43) Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada. “Hendaklah mereka meaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS 24:22).
Salah satu ciri orang bertaqwa adalah mau memberi maaf orang yang berbuat kesalahan atas dirinya, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imraan :133-134 “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk oprang-orang yang bertaqwa. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik diwaktu lapang, maupun diwaktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Memberi maaf adalah salah satu wujud kasih sayang kita kepada sesama. Sebab orang yang kesalahannya tidak dimaafkan, tentu hatinya merasa tidak tenteram dan tertekan.. hal ini dapat menimbulkan rasa sedih berkepanjangan. Jadi, orang yang mempunyai jiwa besar adalah orang yang mau memaafkan, seberapun besar kesalahan orang tersebut, meskipun dengan perjuangan dan usaha untuk meredam amarah. Sungguh, upaya ini tidak akan sia-sia, karena Allah SWT akan melimpahkan pahala kepada orang yang mau memaafkan. “ Barangsiapa yang suka memberi maaf dan berbuat kebaikan, pahala untuknya adalah tanggungan Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang aniaya” (Qs 42:40). Jadi, bila ada yang minta maaf, katakanlah : “tidak apa-apa, sama-sama”. Sehingga baik yang meminta maaf maupun yang memberi maaf melalukan perbuatan yang di-Ridhoi Allah SWT dan semoga mendapat ampunan dari Allah SWT.

Jadi, sudahkah kita memaafkan kesalahan orang ?


Mohon Maaf Lahir Batin.
(Maafin ya.. Foto diatas gak ada hubungannya dgn artikel.. iseng aja ingin pasang gambar Ashton)
Jakarta 2 Oktober 2010
Salam,
Meita