Jangan Tunda Untuk Bahagia














-Catatan Pengajian As-Sakhoya-

Setiap insan berhak bahagia, karena bahagia adalah suatu pilihan, bukan ketetapan. Didalam Al Quran, “bahagia” sering diistilahkan dengan “beruntung”. Namun untuk mewujudkannya, tergantung dari sikap hidupnya, apakah baik atau tidak. Jadi, mengapa harus menunggu untuk mendapatkan kebahagiaan? Apakah harus tunggu sampai pensiun, anak-anak sudah bekerja atau menikah? Atau “target” lainnya?

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya (dengan beriman) dan mengingat nama Tuhannya, lalu dia sholat.” (Qs 87 : 14-15). Makna mensucikan diri adalah membuang segala pikiran negatif dan senantiasa istiqomah (teguh pendiriannya dalam mnyembah Allah SWT). “Sesungguhnya orang-orang yang berkata “Tuhan kami adalah Allah” kemudian istiqomah, tidak ada rasa khawatir pada mereka dan tidak pula bersedih hati.” (Qs 46 :13)

Belakangan ini ada suatu kecenderungan yang sangat tidak layak untuk ditiru. Yakni bunuh diri di pusat keramaian atau pusat perbelanjaan. Data dari Litbang Kompas, bahwa pelaku bunuh diri sebagian besar berusia antara 25-35 tahun dan faktor utamanya adalah masalah ekonomi. Beban kehdiupan yang terasa berat dan masalah-masalah lainnya membuat sesorang putus asa dan menyelesaikannya dengan cara yang tragis, yakni bunuh diri. Virus putus asa ini seakan menyebar.. menyebabkan orang sekelilingnya cenderung ikut putus asa bila ada masalah dan akhirnya bunuh diri..

Menurut Ustadz Ali Nurdin dalam tausyiahnya di Pengajian Assakhoya, bahwa putus asa terjadi bukan karena beratnya masalah tetapi karena salah merespon masalah. Bila seseorang ditimpa masalah, janganlah merasa sendirian, dia harus yakin bahwa ada kasih sayang Allah dalam masalah berat yang dihadapinya. Sumber kebahagiaan yang hakiki ada dalam agama dan keluarga. Ketika seseorang merasa bahwa dirinya mendapatkan limpahan kasih sayang Allah, tetap dalam keimanannya dan mendapatkan dukungan serta perhatian dari keluarga, maka sebesar apapun masalah yang dihadapi, dia tetap tegar dan tidak berputus asa. Karena memang seorang yang beriman seharusnya tidak akan bersedih hati. “Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang beriman.” (Qs 3 : 139).

Mengenai faktor ekonomi sebagai penyebab bunuh diri, terjadi karena sesorang terpengaruh oleh bujukan syeitan yang mempengaruhi pikirannya sehingga merasa tidak ada jalan keluar dari masalah himpitan ekonomi yang dihadapinya. “Syeitan menjanjikan (menakut-nakuti) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji, sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya kepadamu, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui. (Qs 2 : 268). Oleh karena itu janganlah kita mengikuti langkah-langkah syeitan yang menyuruh melakukan perbuatan yang keji dan mungkar (Qs 24 :21).

Ada beberapa formula yang patut disimak bagi seseorang yang dilanda kesulitan agar mendapatkan pertolongan Allah :

1. Memohon pertolongan dengan sabar dan shalat. (Qs 2 : 153)
Terkadang kita melakukan perbuatan, baik secara sadar atau tidak, namun perbuatan tersebut merugikan diri sendiri. Yang akhirnya membuat “buntu” jalan pikiran kita. “Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikitpun, tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri” (Qs 10 : 44). Oleh karena itu kita harus introspeksi dan memohon ampun kepada Allah, bersabar dan mendirikan sholat. Meyakini bahwa ada solusi dari permasalahan yang dihadapi, karena sesungguhnya Allah tidak akan menguji diluar kesanggupan kita, asalkan kita bersungguh-sungguh untuk berusaha dan mencari jalan yang terbaik yang di Ridhoi Allah. “Dan orang yang bersungguh-sungguh mencari keridhaan Kami, Kami akan tunjukan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh Allah beserta orang yang berbuat baik.” (Qs 30 : 69). Yang jangan dilupakan adalah Introspeksi diri, agar menyadari kesalahan dan memperbaikinya. Karena Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Qs 13 : 11).

2. Banyak membaca dan merenungi Al Qur’an terutama surat Al Insyirah (94) yang intinya adalah bersama kesulitan ada kemudahan. Jadi bila ada persoalan tentu ada solusinya. Karena sesungguhnya Allah SWT sangat memuliakan manusia diatas makhluk ciptaan-Nya yang lain, dengan memberikan rezeki dan kelebihan yang sempurna. (Qs 17 : 70).

3. Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.
Seseorang yang percaya bahwa Allah akan memberikan rezeki, maka dia tidak boleh menafikan usaha atau ikhtiar untuk melakukan yang terbaik. Sabar adalah suatu sikap agar terus berusaha melakukan yang terbaik. Ungkapan “sabar ada batasnya” adalah indikasi bahwa orang tersebut tidak sabar. Ketika kita sudah berusaha namun tetap belum berhasil, maka tetap berupaya dan meyakini bawa Allah bersama kita. “Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita”. (Qs 10:40)

4. Banyak beribadah dan berdoa.
Ibadah, terutama sholat mutlak harus dijalankan, karena Tuhan tidak akan mengindahkan kamu kalau tidak karena ibadahmu. (Qs 25 : 77) Dan teruslah berdoa, serta meyakini bahwa doa kita dikabulkan Allah. Ingat kisah Nabi Zakaria yang terus meyakini doanya akan dikabulkan meski keadaan fisiknya (dalam pikiran manusia) tidak memungkinkan untuk memperoleh anak. Intinya adalah kita tidak boleh kecewa dalam berdoa, karena Nabi Zakaria pun demikian (Qs 19 : 4).

5. Tawakal (berusaha tapi pasrah kepada Allah). Jangan banyak berkeluh kesah, menerima apa adanya dan terus berusaha keras. Manusia memang cenderung berkeluh kesah (Qs 70:19), tapi tetap tawakal menyerahkan semua urusan kepada Allah sambil terus berusaha. “Dan bertawakallaj kepadaNya. Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan”.

Semoga Allah SWT memberi kita petunjuk untuk meraih kebahagiaan, baik di dunia dan (terutama) di akhirat kelak.





Jakarta, 18 Januari 2010.
-meita-
0 Responses