Bukan Wonder Woman



Beberapa tahun yang lalu ada kisah Suyatmi, seorang isteri yang mengalami kekerasan oleh suami sejak memasuki bulan ketiga perkawinannya. Ia sering kali dipukul, kepalanya dibenturkan ke lantai, dilempar dengan benda-benda keras, ditendang bahkan dicekik.

Namun bukan itu saja Suyatmi juga seringkali menerima kekerasan psikologis seperti dihina, dibentak, dicaci maki, dipaksa meminjam uang kepada tetangga, dijelek-jelekkan didepan orang lain dan perlakuan kasar lainnya. Akhirnya Suyatmi mengakhiri hidup suaminya dengan menusukkan sebilah pisau ke dadanya.

Sungguh sangat miris, ini bukan kisah sinetron, tetapi kejadian nyata sebuah kasus yang ditangani oleh LBH APIK ditahun 2004. Di tahun tersebut Komnas Perempuan pernah mendata bahwa tingkat kekerasan terhadap perempuan meningkat 100% dari 7000 kasus menjadi 14000 kasus. Belum termasuk yang didata oleh lembaga lain. Kisah Suyatmi itu menjadi ilustrasi dalam sebuah seminar yang digelar Bulan Maret 2005, berjudul “Hentikan kekerasan dalam rumah tangga sampai titik nol”. Saat ini tahun 2009, apakah kisah tindak kekerasan itu sudah sampai titik nol? Sepertinya tidak. Lembaga Mitra Perempuan baaru-baru ini mencatat ada 279 kasus kekerasan terhadap perempuan, 82 % adalah akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Tindak kekerasan yang dialami Suyatmi ternyata tidak saja terjadi pada isteri, tetapi bisa juga terjadi pada seorang gadis yang dilalukan oleh kekasihnya. Pernah suatu kali rumah saya kedatangan tamu yang tidak terduga, dia sebut saja Evita mengetuk pintu rumahku. Sebelumnya kami pernah bertemu saat saya bekerja di lembaga training. Sedangkan Evita adalah peserta training yang diikusertakan oleh kantornya. Entah bagaimana di training tersebut kami berdua bisa demikian akrab. Suatu hari dia tergopoh-gopoh datang dan memohon pertolongan. Hampir sekujur tubuhnya memar kebiruan. Rupanya dia baru saja dipukul dan ditendang hingga babak belur oleh pacarnya. Kala itu, Evita tinggal di rumah kos-kosan, penghasilannya yang lumayan besar membuatnya memiliki kamar kos yang nyaman dan terpisah dari ibu kos.. halamannya cukup luas. Namun suatu hari, entah apa yang mereka perselisihkan, kekasihnya itu datang dan menghantamnya..

Upaya untuk membawa kasusnya ke aparat penegak hukum ditolaknya. Susah payah membujuk, dia tetap tidak mau di visum atau kekantor polisi. Saya menyarankan agar segera putus hubungan dengan “nyamuk” lalu pindah kos. Karena khawatir bila ditempat kos yang lama, pacarnya itu akan datang menemuinya sewaktu-waktu.. Untuk sementara dia bisa menumpang di rumah. Singkat kata, dia berhasil pindah ke tempat kosnya yang baru. Sayapun turut membantu kepindahannya..

Teringat kasus Manohara dan Cici Paramida, di televisi seorang psikolog ketika membahasanya mengatakan bahwa KDRT bisa diketahui lebih awal apabila ketika masih berpacaran, sang pacar suka mengeluarkan kata-kata kasar dan memaki-maki. Sikapnya cenderung posesif dan egois. Bila hal ini terjadi pada pacar anda.. disarankan putus saja daripada babak belur, hati tertekan karena sering dilecehkan, dihina dan dimaki.

Patut dicamkan bahwa kekerasan bukan hanya dalam bentuk fisik, tapi juga dalam bentuk kata-kata kasar bila sedang marah karena keinginannya tidak dituruti. Misalnya: “bego lo”, “dasar goblok”, “dasar perempuan gak berguna”, dan caci maki lain yang mebuat hati seperti teriris-iris. Kata-kata ini acap kali terjadi. Kalau sudah begini, benar kata Mulan Jameela “aku bukan wonder womanmu yang bisa terus menahan rasa sakit karena mencintaimu, hatiku ini bukanlah hati yang tercipta dari besi dan baja, hatiku ini bisa remuk dan hancur..” . Kita memang bukan wonder woman, tapi paling tidak kita bisa menentang segala bentuk kekerasan, karena tidak seorangpun yang bisa menjadikan diri kita sebagai obyek kekerasan.

Penting !
YOU’RE NOT ALONE
Bila merasa terancam dan merasa keamanannya terganggu, jangan ragu hubungi : Mitra Perempuan (021) 829-1708, LBH APIK (021) 8779-7289, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan (KPP) , PO Box 10.000

Jakarta 20 Juli 2009
Salam,
Meita
0 Responses